Saat aksi bunuh dirinya tengah berlangsung, Claire Lin (31) sedang melakukan percakapan dengan 9 orang temannya di Facebook. Ia berkali-kali mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas karena menghirup gas beracun dalam ruangannya.
Diketahui pula bahwa Lin masih sempat mengirimkan foto arang yang dibakar dengan ponselnya. Asap beracun itu pun terlihat memenuhi ruangan. Menanggapi aksi nekat itu, seorang teman Lin bernama Chung Hsin menuliskan agar Lin segera membuka jendela dan memadamkan api.
Tapi sayang tulisan Hsin tak digubris. “Terlambat, mataku berair, asap ini mencekik. jangan menulis lagi,” jawab Lin.
Beberapa teman Lin juga sudah berusaha untuk mencegah aksi bunuh diri temannya itu. Tapi ironisnya tak ada satu pun dari mereka yang menghubungi polisi. “Tapi mungkin saja mereka (teman-teman Lin) kesulitan melacak nomor telepon Lin dan alamat rumahnya,” ujar seorang polisi yang menyelidiki kasus Lin.
Fenomena ini dinilai Chai Ben-rei sebagai keterasingan sosial di internet. Sosiolog dari Universitas Taiwan Feng Chia itu juga menjelaskan kemungkinan teman Lin tak bertindak lebih jauh, seperti menghubungi polisi, karena mereka mungkin ragu atas apa yang dilihat di internet (virtual).
Sebelum meninggal, Lin menuliskan kata-kata terakhirnya “Terlambat. Saya sudah memposting gambar lainnya. Kamarku sudah penuh dengan asap. Bahkan ketika mati, saya masih ingin mengakses Facebook. Hahaha.”
Atas kasus ini, pihak Facebook menyampaikan ucapan belasungkawa serta berharap agar Facebook bisa menjadi alat untuk membantu sesama. Facebook juga berharap tersedianya halaman khusus untuk melaporkan aksi bunuh diri bisa digunakan sebaik-baiknya.
Sumber: Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar